Minggu, 09 Maret 2014

Okupasi

Okupasi dalam Perspektif Hukum Internasional

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Untuk dapat membentuk Negara yang berdaulat terdapat beberapa teori yang berkembang dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu pengetahuan hukum berkaitan dengan kegiatan internasional yakni terdapat berbagai teori yang dikemukakan parah ahli untuk memperoleh suatu wilayah yang berdaulat yaitu okupasi, aneksasi, cessie, dan preskripsi. Salah satunya adalah okupasi yang akan dibahas dalam makalah ini.
Okupasi merupakan penegakan kedaulatan atas wilayah yang tidak berada di bawah penguasaan negara manapun, baik wilayah yang baru ditemukan, ataupun yang ditinggalkan oleh negara yang semula menguasainya. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara.
            Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih sekitar 13.466 pulau, yang mana besar kemungkinan terjadinya okupasi di pulau-pulau tersebut, seperti diketahui pada tahun 2002 lalu Indonesia dan Malaysia baru saja menyelesaikan persidangan atas Pulau Sipadan dan Lingitanyang digelar Mahkamah Internasional (International Court Justice), di Den Haag, Belanda. Setelah mendengar opini hukum kedua negara dalam acara oral hearing itu, badan di bawah PBB tersebut telah menjatuhkankeputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.Disini telah terjadi okupasi ataspulau sipadan dan lingitan oleh Malaysia terhadap pulau sipadan,dan lingitan yang mana ketika Malaysia-Indonesia membahas Landas Kontinen. Perselisihan berawal dari perbedaan penafsiran atas Perjanjian 1891 yang dibuat dua kolonialis, Inggris-Belanda, untuk membagi Kalimantan.kedua negara sejak awal telah sepakat tidak ada aktivitas apa pun atas dua pulau yang jadi obyek sengketa. Angkatan laut Malaysia tidak hanya "mengamankan" Sipadan, dan lingitan tapi juga membangun pariwisata dan penangkaran penyu.
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemikiran sebagaimana diuraikan diatas, masalah yang ingin dibahas meliputi:
·         Bagaimana perspektif hukum internasional terkait okupasi di wilayah tersebut?
·         Bagaimana peranan hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa okupasi pulau sipadan dan lingitan antara Indonesia dan Malaysia ?
























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka teori
Okupasi merupakan penegakan kedaulatan atas wilayah yang tidak berada di bawah penguasaan negara manapun, baik wilayah yang baru ditemukan, ataupun yang ditinggalkan oleh negara yang semula menguasainya.Secara klasik, pokok permasalahan daru okupasi adalah terra nullius, dan wilayah yang didiami oleh suku-suku bangsa atau rakyat-rakyat yang memiliki organisasi sosial dan politik tidak termasuk dalam terra nullius.Apabila wilayah daratan didiami oleh suku-suku bangsa yang terorganisir, maka kedaulatan teritorial harus diperoleh dengan membuat perjanjian-perjanjian lokal dengan penguasa setempat.
Ada dua teori okupasi yang paling dianggap memeiliki arti penting dalam kaitannya mengenai klaim-klaim beberapa negara atas wilayah tak bertuan:
1.Teori Kontinuitas (Continuity), menurut teori ini dimana suatu tindakan okupasi di suatu wilayah tertentu dapat memperluas kedaulatan negara yang melakukan okupasi sejauh diperlukan untuk menjamin keamanan atau pengembangan wilayah yang terkait.
2.Teori Kontiguitas (Contiguity), menurut teori ini kedaulatan negara yang melakukan okupasi tersebut mencakup wilayah-wilayah yang berbatasan yang secara geografis berhubungan dengan wilayah terkait.[1]
Dalam Eastern Greenland Case, Permanent Court of International Justice menetapkan bahwa agar okupasi berjalan secara efektif, mensyaratkan dua unsur di pihak negara yang melakukan    okupasi:
1.Suatu kehendak atau keinginan untuk melakukan tindakan/ bertindak sebagai yang berdaulat,
2.Melaksanakan atau menunjukkan kedaulatan secara pantas.[2]
Okupasi atau prescription adalah cara memperoleh wilayah dengan jalan menduduki wilayah tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama secara terus-menerus, tanpa adanya protes/gugatan dari pihak manapun dan memerintah wilayah tersebut secara teratur dan damai.[3]
Terkait dengan kasus okupasi yang terjadi di pulau sipadan dan lingitan menurut Laksamana Muda TNI Ishak Latuconsina ,Indonesia memiliki bukti yang kuat terhadap kedua pulau tersebut yakni : “Indonesia berpegang pada perjanjian atau konvensi Inggris dan Belanda pada 1891, berisi pembagian wilayah Kalimantan. Di situ ditegaskan, bagian utara milik Inggris, sedang belahan selatan Kalimantan dikuasai Belanda. Pada titik timur Kalimantan, persisnya lintang 4 derajat 10 menit, ditarik garis yang membelah Pulau Sipatik menjadi dua bagian. Pada bagian Belanda kemudian ada perpanjangan, yang menempatkan pulau Sipadan dan Ligitan berada di selatan pulau, sehingga menjadi bagian Belanda.Hak yang dimiliki sebagai akibat ada perjanjian pembagian wilayah antara Inggris dan Belanda.Belanda yang menjajah Indonesia dan Inggris yang menjajah Malaysia. Setelah merdeka otomatis disesuaikan dengan perjanjian mereka.”.[4]









BAB III
ANALISIS
Pulau Sipadan dan Lingitan merupakan objek sengketa internasional antara Indonesia dan Malaysia. Pulau Sipadan dengan luas 10,4 ha terletak 15 mil laut (sekitar 24 km) dari pantai Sabah Malaysia dan 40 mil laut atau 64 km dari pulau Sebatik Indonesia. Sedangkan pulau Lingitan dengan luas 7,9 ha terletak sekitar 21 mil laut atau sekitar 34 km dari pantai Sabah Malaysia dan 57,6 mil laut atau 93 km dari pulau Sebatik Indonesia.
Persengketaan antara Indonesia dan Malaysia mencuat pada tahun 1973 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua belah negara, masing masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan Lingitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Dengan temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan pulau Sipadan dan Lingitan, maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut. Di saat yang sama Malaysia mengklaim bahwa dua pulau tersebut merupakan miliknya sesuai peta unilateral 1979 Malaysia, serta mengemukakan sejumlah dalil, alasan dan fakta. Namun kedua belah pihak untuk sementara sepakat mengatakan dua pulau tersebut dalam “status quo” dan pada tahun 1989 masalah pulau Sipadan dan Lingitan mulai dibicarakan kembali oleh dua belah negara.[5]
Pada tahun 1992, kedua negara sepakat menyelesaikan masalah ini secara bilateral yang diawali dengan pertemuan pejabat tinggi kedua negara. Hasil pertemuan pejabat tinggi menyepakati perlunya dibentuk Komisi Bersama dan Kelompok Kerja Bersama (Joint Commision (JC), Joint Working Group (JWG)). Namun dari serangkaian pertemuan JC dan JWG yang dilaksanakan tidak membawa hasil, kedua pihak berpegang pada prinsipnya masing masing yang berbeda untuk mengatasi permasalahan ini. Pada pertemuan tanggal 6-7 Oktober 1996 di Kuala Lumpur Presiden Soeharto dan PM. Mahathir menyetujui rekomendasi wakil khusus, dan 31 Mei 1997 disepakati “Special Agreement for The Submission to the International Court of Justice the Dispute between Indonesia and Malaysia concerning the Sovereignty over Sipadan and Lingitan Island”. [6]
Special agreement tersebut lalu disampaikan secara resmi ke Mahkamah Internasional pada 2 November 1998. Dengan itu proses ligitasi pulau Sipadan dan Lingitan di Mahkamah Internasional mulai berlangsung. Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau.[7]
Setelah hampir 30 tahun, perundingan tiba pada jalan buntu, karena baik Indonesia yang bertahan pada posisi dan argumentasi bahwa kedua pulau tersebut telah menjadi bagian wilayahnya sejak masa penjajahan Belanda, maupun Malaysia yang juga meyakini kedaulatannya atas pulau-pulau tersebut sejak masa colonial Inggris, tetap bertahan pada posisi masing-masing. Pada 1997 kedua belah pihak sepakat menempuh jalan hukum yaitu dengan menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional.
Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan “Final and Binding,” pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.
Kedua negara memiliki kewajiban penyampaian posisi masing masing melalui “Written Pleading” kepada Mahkamah Memorial pada 2 November 1999 diikuti “Counter Memorial” pada 2 Agustus 2000 dan “Reply” pada 2 Maret 2001. Lalu dilanjut dengan proses “Oral Hearing” dari kedua negara yang bersengketa pada 3-12 Juni 2002.[8]
Special Agreement adalah persyaratan prosedural yang memungkinkan mahkamah memiliki jurisdiksi terhadap kasus yang dibawa ke Mahkamah Internasional. Masalah pokok yang dimintakan dalam Special Agreement adalah Mahkamah Internasional dapat memutus suatu perkara berdasarkan perjanjian-perjanjian, fakta historis dan dokumen-dokumen yang diberikan oleh Indonesia dan Malaysia ke pengadilan.
Special Agreement juga mencantumkan tentang kesediaan dua belah negara untuk menerima hasil keputusan dewan juri dengan lapang dada dan menerimanya sebagai keputusan yang bersifat akhir dan mengikat.
Keputusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke Mahkamah Internasional.Kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Dalam persidangan Mahkamah Internasional yang melibatkan argumentasi kontra argumentasi, berbagai dalil hukum, teori, bukti sejarah, dokumen dan fakta pendukung dari kedua belah pihak yang masing-masing dilengkapi oleh tim pengacara handal, akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan pulau Sipadan dan pulau Ligitan milik Malaysia.
Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.[9]

-       Landasan Keputusan Mahkamah Internasional Sehingga Memenangkan Malaysia
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.Hal ini membuktikan adanya kehendak dan tindakan menjalankan fungsi negara, yang memenuhi fungsi effectivities.

-       Kekalahan dan Letak Kesalahan Indonesia Mengenai Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan
Kekalahan Indonesia di Sipadan dan Ligitan (sebelah utara Ambalat) adalah karena Indonesia tidak bisa menunjukkan bukti bahwa Belanda (penjajah Indonesia) telah memiliki kedua pulau itu; sementara Malaysia bisa menunjukkan bukti bahwa Inggris (penjajah Malaysia) memiliki dan mengelola kedua pulau itu. Dalam Hukum Internasional dikenal istilah “Uti Possidetis Juris” yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau batas wilayah yang sama dengan bekas penjajahnya. Dalam sengketa Sipadan-Ligitan, Indonesia dan Malaysia bersepakat istilah “warisan penjajah” itu berlaku untuk wilayah-wilayah yang dikuasai sebelum tahun 1969. Jadi Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia saat itu bukan karena Malaysia pada tahun 1990-an telah membangun resort di kedua pulau itu; tetapi karena Inggris sebelum tahun 1969 telah menununjukkan penguasaan yang efektif atas kedua pulau itu berupa pungutan pajak atas pemungutan telur penyu, operasi mercu suar, dan aturan perlindngan satwa.[10]
Sebenarnya pemerintah Indonesia dengan para diplomatnya telah berusaha untuk mendapatkan hak atas kedua pulau itu. Dengan segala cara mereka kerahkan,mulai dari Diplomasi dan perundingan setiap tahun-nya,tetapi Indonesia dan Malaysia juga tidak dapat mencari titik temu dan kesepakatan dalam Sipadan dan Ligitan.sesuai dengan Piagam ASEAN,di mana negara-negara anggota ASEAN dalam menyelesaikan suatu permasalahan harus di tempuh nya itikad baik dan damai (Perjanjian ASEAN 24 februari 1976 di BALI). Apabila tidak menemukan kesepakatan, setiap anggota ASEAN wajib membawa kasus mereka ke PBB dan putusan Mahkamah Internasional adalah final dan tidak dapat di ganggu gugat.


Lebih dari itu,sebenarnya Mahkamah Internasional sudah mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu dahulunya. Tetapi, belanda tidak pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di Pulau itu.Justru sebaliknya Inggris-lah yang banyak melakukan pembangunan dan invasi di kedua pulau itu.Kemudian, Mahkamah Internasional menolak pembelaan dan argumen Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891.Argumen ini hanya mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak di perairan. Jauh dari pada itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau sekarang 12 mil) dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan.
Dan terakhir Indonesia kalah di Faktor Occupation (pendudukan).Intinya masyarakat yang tinggal di pulau tersebut banyak bergantung pada transpotasi dan bantuan ekonomi dari Malaysia bertahun-tahun.Sarana hiburan seperti pemancar radio, telepon, dan televisi juga berasal dari Malaysia selama bertahu-tahun).Dari pernyataan diatas yang menjadi penyebab utama kekalahan Indonesia adalah Indonesia kurang memiliki data dan bukti historis yang dapat menunjukan bahwa Belanda juga memiliki kehendak dan tindakan menjalankan fungsi negara yang malahan lebih kuat dari Inggris pada masanya.  Lebih dari itu,sebenarnya Mahkamah Internasional sudah mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu dahulunya. Tetapi, belanda tidak pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di Pulau itu.Justru sebaliknya Inggris-lah yang banyak melakukan pembangunan dan invasi di kedua pulau itu.Kemudian, Mahkamah Internasional menolak pembelaan dan argumen Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891.Argumen ini hanya mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak di perairan. Jauh dari pada itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau sekarang 12 mil) dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan.
Dengan memperhatikan posisi dan letak Sipadan dan Ligitan serta ambisi strategis/ekonomis Belanda adalah sulit dibayangkan kalau Belanda tidak melakukan kegiatan pengawasan dan pemanfaatan kedua pulau tersebut pada waktu itu.Disamping itu, nampaknya Indonesia memang agak mengabaikan Sipadan dan Ligitan.Sebelum 1969 barangkali karena Indonesia tidak menyadari keberadaan posisi kedua pulau itu, atau mungkin juga karena terlalu banyak persoalan yang dihadapi. Tetapi sesudah tahun 1969 pada saat mulai muncul sengketa klaim, meskipun disepakati status quo atas Sipadan dan Ligitan, justru Malaysia tetap melanjutkan kegiatannya berupa penangkapan ikan, pariwisata, dan kehadiran penduduk yang terus meningkat.

BAB IV
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan diatas dapat di simpulkan bahwa okupasi yang terjadi di pulau Sipadan dan lingitan mencuat pada tahun 1973 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua belah negara, masing masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan Lingitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Dengan temuan tersebut Indonesia merasa berkepentingan untuk mengukuhkan pulau Sipadan dan Lingitan, maka dicarilah dasar hukum dan fakta historis serta bukti lain yang dapat mendukung kepemilikan dua pulau tersebut.
Dalam pandangan atau perspektif hukum internasional sendiri sengketa kepulauan sipadan dan lingitan dalam Hukum Internasional dikenal istilah “Uti Possidetis Juris” yang artinya negara baru akan memiliki wilayah atau batas wilayah yang sama dengan bekas penjajahnya. Dalam sengketa Sipadan-Ligitan, Indonesia dan Malaysia bersepakat istilah “warisan penjajah” itu berlaku untuk wilayah-wilayah yang dikuasai sebelum tahun 1969.
Dengan adanya hukum internasional melalui Mahkamah Internasional kasus sengketa pulau sipadan dan lingitan pun dapat diselesaikan berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Dengan memenangkan Malaysia sebagai pemilik pulau sipadan dan lingitan berdasarkan bukti bukti yang telah di ajukan para pihak dalam persidangan di Mahkamah Internasional
Saran
            Dalam hal ini untuk mengantisipasi agar kepulauan NKRI tidak lepas atau diambil oleh Negara lain Indonesia harus lebih meningkatkan pertahanan dan keamanan nasional dan mengumpulkan bukti bukti atas kepemilikan wilayah NKRI, pemerintah Indonesia harus bersikap tegas dan bersikap tegas terhadap kasus-kasus serupa sehingga wilayah NKRI tetap utuh.
Daftar Pustaka
·         Firdayanti        Aghnaita, 2008, “Kasus Sengketa Pulau Sipadan”,http://studiespassions.wordpress.com
·         KhoerunnisyaNisha,2013, “Sengketa Pulau Sipadan dan Lingitan”, http://nisha-khoerunnisya.blogspot.com/2013/05/sengketa-pulau-sipadan-dan-ligitan.html
·         Pratama Hidayat, 2012, ”Uraian Singkat Kasus Sengketa Indonesia” http://hidayatpratama.blogspot.com/2012/05/uraian-singkat-kasus-sengketa-indonesia.html
·         Tempo,1990, “Malaysia Telah Okupasi Sipadan”,http://tempo.co.id/harian/wawancara/waw-ishaklatuconsina.html
·         Acha Bagas, 2012,”Hukum Internasional”,http://bgazacha.blogspot.com/2012/03/hukum-internasional.html
·         Setyawanta Tri,2008,Hand Out Pokok-Pokok Kuliah Hukum Internasional, Universitas Diponegoro



[1]Bagas Acha ,“Hukum Internasional” diakses dari http://bgazacha.blogspot.com/2012/03/hukum-internasional.html ,pada tanggal 28 september 2013 pukul 11.15
[2]Ibid.
[3]Tri Setyawanta,Hand Out Pokok-pokok Kuliah Hukum Internasional, universitas diponegoro,semarang,2008, hlm. 32
[4]Tempo, “Malaysia Telah Okupasi Sipadan” diakses dari http://tempo.co.id/harian/wawancara/waw-ishaklatuconsina.html, pada tanggal 28 September 2013 Pukul 11.15
[5]Aghnaita Firdayanti,“Kasus Sengketa Pulau Sipadan dan Lingitan” diakses darihttp://studiespassions.wordpress.com , pada 28 September 2013 Pukul 11.15
[6]Ibid.
[7]Hidayat Pratama, “Uraian Singkat  Kasus Sengketa Indonesia” ,diakses dari http://hidayatpratama.blogspot.com/2012/05/uraian-singkat-kasus-sengketa-indonesia.html, pada 28 September 2013 Pukul 11.15
[8]Ibid.
[9]Nisha khoerunnisya, “Sengketa Pulau Sipadan dan Lingitan” ,diakses dari http://nisha-khoerunnisya.blogspot.com/2013/05/sengketa-pulau-sipadan-dan-ligitan.html, pada 28 September Pukul 11.15
[10] Hidayat Pratama, Loc.Cit.

Jumat, 07 Maret 2014

Sticker Law UNDIP by BILI ACHMAD

Sticker Law UNDIP by BILI ACHMAD


                                        Lex Legibus Sine Moribu UNDIP by BILI ACHMAD
            



Makalah "Korupsi di Indonesia"



                      Korupsi di Indonesia    


ABSTRAK
Dewasa ini sering kita temui banyaknya kabar-kabar terkait kasus korupsi di Indonesia yang sangat mencederai hukum di Indonesia sendiri. Korupsi di Indonesia sudah sedemikian buruk melibatkan banyak pejabat-pejabat tinggi, korupsi mengakibatkan banyak dampak dari berbagai segi yang berakibat terhambatnya perkembangan Indonesia sendiri. Makin banyaknya koruptor di Indonesia selain karena faktor moral para petinggi yang menurun tetapi juga karena lemahnya hukum di Indonesia, bahkan hukum di Indonesia seperti pisau yang tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah, Bisa dibayangkan jika negara Indonesia bebas dari korupsi maka masyarakat Indonesiapun akan hidup makmur dan sejahtera, maka dari itulah korupsi harus diberantas.
Keyword: Korupsi, Koruptor, Pancasila, meta yuridis, dan Keadilan
                                                








I.PENDAHULUAN
Korupsi, mungkin kata itu sudah tidak asing di telinga semua kalangan masyarakat Indonesia karena hampir setiap hari ketika melihat berita di koran, majalah, internet, televisi ,dan media informasi lainnya yang muncul selalu kasus-kasus korupsi yang tidak pernah terselesaikan bahkan muncul kasus-kasus baru. Mata, hati, dan telinga masyarakat sudah lelah mendengar, melihat dan merasakan dampak dari korupsi yang di lakukan oleh petinggi-petinggi negara yang haus akan kekayaan duniawi, para koruptor memang benar sudah dirasuki oleh setan sehingga hatinya tertutup dan buta untuk merasakan penderitaan rakyat, bayangkan saja berapa banyak uang milik negara yang masuk ke rekening para koruptor yang seharusnya dengan uang tersebut bisa di manfaatkan untuk kepentingan negara terutama kemakmuran rakyat, bermilyar-milyaran bahkan triliunan uang yang telah dicuri oleh para koruptor dengan mudahnya untuk memenuhi kepuasaan kekayaan mereka.
II.PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakand pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, masalah yang ingin dibahas adalah bagaimana memberantas korupsi di Indonesia?

III.PEMBAHASAN
       Kurangnya nilai moral dan akhlak di kalangan petinggi-petinggi negara membuat korupsi mudah terjangkit di benak para petinggi-petinggi negara, bagaimana tidak korupsi merupakan suatu tindakan yang bengis, kejam, dan tidak memiliki hati nurani sama sekali. Hati nurani para koruptor telah ditutup oleh gelimangan harta yang padahal jika mereka mati harta itu tidak akan di bawanya ke liang kubur. Dalam konteks ini kita dapat ketahui jika tidaklah cukup suatu kecerdasan intelektual saja dalam membangun negara yang bersih dan bebas dari korupsi yang dapat menghambat perkembangan dan pertumbuhan negara, tetapi dibutuhkan para pemimpin-pemimpin negeri ini bekal kecerdasan moral dan akhlak sehingga ketika seorang pemimpin itu di hadapkan oleh godaan-godaan untuk melakukan korupsi hatinya tidak akan goyang untuk melakukan hal tersebut karena tahu bahwa itu sangat merugikan negara, masyarakat, bahkan dirinya sendiri.
       Ketika wabah penyakit korupsi ini menjangkit di dalam suatu negara maka hancurlah negara itu, layaknya seseorang yang terkena penyakit kronis, karena penyakit itu ia tidak akan bisa berjalan, seperti itulah negara Indonesia saat ini. Dengan kekayaan berlimpah yang dimiliki negara Indonesia dan kurangnya pengawasaan dari pemerintah ataupun badan penegak hukum membuat korupsi dapat tumbuh demikian subur bahkan terorganisasi. Dengan berbagai cara para koruptor atau mafia berdasi itu menyembunyikan hasil curian mereka, ada yang menyimpannya di bank negara lain, ada yang membagi-bagikan uang itu kepada anak buahnya, bahkan menikmati uang haram itu untuk kebutuhan tersier mereka. Hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat tingkat kemiskinan di Indonesia yang terlampau banyak padahal kekayaan Indonesia berlimpah. Tetapi berlimpahnya kekayaan Indonesia yang seharusnya di nikmati oleh masyarakat tetapi malah di rampas oleh para koruptor.
       Makin banyaknya koruptor di Indonesia selain karena faktor moral para petinggi yang menurun tetapi juga karena lemahnya hukum di Indonesia, bahkan hukum di Indonesia seperti pisau yang tumpul ke atas tetapi tajam ke bawah. Bayangkan saja kasus seseorang yang mencuri ayam karena ia lapar di hukum penjara selama 4 tahun sedangkan koruptor yang merugikan negara triliunan rupiah hanya di hukum 4 bulan penjara. Sungguh hal tersebut sangat mencederai hukum di Indonesia yang seharusnya seperti pohon beringin yang mengayomi masyarakat dan memberikan keadilan tanpa pandang bulu.
       Kenyataannya hukum di Indonesia kian hari kian memprihatinkan terutama menanggapi kasus korupsi yang sangat merugikan negara, seharusnya para penegak hukum bisa melaksanakaan tugasnya dengan baik dan profesional. Banyaknya kasus korupsi yang di kenai sanksi yang bisa dikatakan tidak setimpal dengan dampak dan kerugian yang ditimbulkan menyebabkan hati rakyat indonesia menangis, sehingga citra hukum di Indonesia tidak lagi baik, tidak lagi adil. Adil hanya dirasakan bagi orang-orang kalangan atas tetapi tidak untuk rakyat- rakyat yang makanpun sehari satu kali bahkan harus berpuasaa untuk beberapa hari karena hak mereka di rampas oleh para koruptor yang bengis itu. Apakah begini wajah hukum Indonesia yang di harapkan oleh para pahlawan yang dulu berjuang mati-matian membela negara? dan apakah begini jiwa hukum di Indonesia yang seharusnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila yang merupakan meta yuridis dari peraturan-peraturan yang berlaku?. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
       Indonesia memiliki nilai-nilai pancasila yang dapat dijadikan acuan untuk membangun suatu negara yang memenuhi keiinginan rakyat, karena di dalam nilai-nilai pancasila terdapat kepribadian bangsa indonesia yang seharusnya dapat diwujudkan. Dengan berpedoman pada nilai nilai pancasila maka hukum di Indonesia seharusnya dapat berjalan dengan semestinya, tetapi dewasa ini nilai-nilai pancasila sudah mulai luntur, dampak ini dapat dirasakan dengan adanya hukum yang kurang tegas di Indonesia.
CARA MEMBERANTAS KORUPSI
       Korupsi harus segera diberantas, karena karena korupsi mengakibatkan berbagai kerugian yang kompleks dan dapat menghambat pertumbuhan negara Indonesia sendiri. Berbagai cara dapat dilakukan untuk melawan dan memberantas korupsi di Indonesia, yaitu:
Pertama, mulailah dari dalam diri kita masing-masing tanamlah benih dan nilai-nilai anti korupsi, tingkatkan akhlak dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan cara inilah yang dapat menjadi dasar seseorang tidak melakukan korupsi yang dapat merugikan dirinya sendiri.
Kedua, hukum di Indonesia harus lebih di tegakkan dan sesuai dengan lambang pohon beringin yaitu mengayomi dan adil kepada setiap masyarakat. Hukum di Indonesia harus mampu memberikan efek jera bahkan rasa takut untuk melakukan perbuatan melawan hukum terutama korupsi. Sehingga dengan kuat dan tegaknya hukum di Indonesia maka tidak ada kesempatan lagi untuk melakukan korupsi. Hukum di Indonesia harus adil, transparan, tidak memihak, dan tidak pandang bulu. Bahkan kalau perlu di terapkannya hukuman mati bagi para koruptor sehingga para pejabat yang ingin melakukan korupsi tidak berani lagi dan memiliki rasa takut untuk melakukan korupsi karena hukumannya begitu berat. Banyak kita temui para koruptor yang masih miliki kekayaan walaupun mereka tengah dalam jeruji besi. Dengan adanya kasus memprihatinkan tersebut maka bisa juga dengan memberikan hukuman yaitu “memiskinkan para pelaku korupsi” sehingga dengan cara tersebut para pelaku korupsi tidak memiliki kekayaan lagi untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Koruptor benar-benar merugikan negara sehingga sanksinyapun harus berat dan tegas.
Ketiga, transparannya biaya anggaran pengeluaran belanja negara, sehingga rakyat sendiri yang dapat mengawasi ada tidaknya unsur korupsi di sistem pemerintahan. yang sangat memprihatinkan datang dari para petinggi di DPR, besarnya biaya anggaran pengeluaran DPR yang tidak masuk akal acap kali menjadi pertanyaan besar di benak masyarakat, bayangkan saja biaya kunjungan DPR ke negara lain mencapai triliunan padahal untuk menghemat anggaran bisa saja menggunakan teknologi layar jarak jauh yang dapat menghubungkan suatu negara dengan negara lain. Lalu anggaran dalam membangun wisma atlet yang belakangan ini ramai dibicarakan. Dalam hal-hal tadi tidak adanya transparansi anggaran-anggaran dan rincian biaya yang di gunakan sehingga hal itu sangat berpeluang korupsi dengan menggelembungkan anggaran.
Keempat, adanya lembaga yang mengawasi jalannya sistem anggaran anggaran yang berpeluang korupsi dan di dalam lembaga tersebut harus di tempati oleh orang-orang yang telah di seleksi sedemikian rupa yang memiliki hati nurani dan jiwa anti korupsi yang pada saat ini di wujudkan dengan adanya KPK, peranan KPK sangat berpengaruh bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Dengan adanya lembaga seperti ini para koruptor  seperti kebakaran jenggot. Selain lembaga-lembaga seperti KPK masyarakat juga dapat membentuk gerakan- gerakan anti korupsi sehingga dengan adanya banyak lembaga pengawas ini mempersempit peluang dan kesempatan para koruptor untuk melakukan korupsi.
Kelima, mengutamakan dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, kembali lagi kepada nilai- nilai pancasila yang sempurna dan mampu berperan dalam pembentukan wajah bangsa Indonesia yang seharusnya menjadi keinginan rakyat Indonesia itu sendiri. Di dalam nilai-nilai pancasila  terkandung berbagai makna yang mendasari sistem pemerintahan Indonesia yang belakangan ini nilai-nilai tersebut mulai dilupakan oleh rakyat Indonesia itu sendiri padahal dengan nilai- nilai pancasila yang tumbuh di masyarakat dapat menciptakan stabilitas nasional.
      

Dari kelima hal-hal itulah yang dapat memulai suatu negara yang bebas dari korupsi yang sedemikian merugikannya itu. Bisa dibayangkan jika negara Indonesia bebas dari korupsi maka masyarakat Indonesia akan hidup makmur; berkurangnya kemiskinan; negara Indonesiapun akan menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang demikian pesat karena memanfaatkan kekayaan yang berlimpah di tanah Indonesia; meningkatnya taraf kualitas penduduk indonesia; pembangunan yang pesat dan merata.
     IV. SIMPULAN  
Korupsi di Indonesia merupakan masalah yang cukup rumit dan sangat merugikan, tetapi di dalam setiap masalah pasti ada jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut, dan apabila masalah korupsi telah terselesaikan maka akan terciptalah suatu negara yang makmur dan sejahtera bagi masyarakat yang ada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Satjipto Rahardjo,  Ilmu Hukum, Semarang, Citra Aditya Bakti
Bili Achmad, 2012, karya tulis Anti Korupsi Arjuna ,semarang